Langsung ke konten utama

Why We Need Arts Education?


REVIEW BUKU
Judul  :  Why We Need Arts Education?
Pengarang  :  Howard Cannatella
Penerbit  :  Sense Publishers
Tahun Terbit  :  2015
Judul Bab  :  Are All Aesthetic Pleasures Equal?
Bab (Halaman)  :  5 (55-63)

Ringkasan Pembahasan
Garis besar dalam bab ini menjelaskan tentang cara menanamkan nilai estetika kepada siswa dalam pendidikan seni. Cara menilai suatu keindahan dalam seni tentunya berbeda, tergantung dari kemampuan penilaian seseorang yang diukur dengan banyak cara. Siswa perlu memahami cara menilai suatu seni agar nantinya siswa memiliki kemampuan menikmati kesenian dengan baik dan dapat mengambil makna yang terkandung didalamnya. Selain itu, akan melatih siswa secara kognisi, persepsi, budaya dan perasaan, kekuatan, kelemahan serta pentingnya suatu pertunjukan dan karya seni untuk siswa.


Dalam pendidikan seni, kesenangan dan ketidaksenangan mutlak berasal dari cara siswa menangkap nilai (kualitas) yang diajarkan kepada mereka. Pengalaman dan pemahaman menjadi prinsip utama dalam pendidikan seni guna menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai moral yang terkandung didalamnya.

1.  Penilaian Kritis dan Menghargai Nilai Seni
Kesenangan dalam seni tidak hanya diukur dari kesenangan sesaat, contohnya ketika kita menyetrika baju tetapi lebih dari itu. Kesenangan dalam seni didapatkan dari semua jenis objek pertunjukan, ketrampilan, dan pengalaman. Secara tidak sadar siswa akan dilatih membandingkan, memahami, menentukan, merenungkan, menghasilkan, hingga akhirnya menyimpulkan sesuatu. Dari situlah penilaian kritis akan dapat terwujud. Pengalaman akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap penilaian seni.

2.  Penilaian Sensitifitas Rasa
Sesuai yang ditulis oleh Kant, bahwa subversif penilaian rasa (kualitas) yang mendistorsi (memutarbalikkan) kesepahaman pada tingkat tertinggi dari moral, sosial, pemahaman seni, dan pengalaman. Dalam pendidikan seni, kesenangan adalah sebanding dengan perkembangan seni yang berkontribusi kepada masyarakat, memahami makna kehidupan secara luas, dan penilaian tentang sejarah atau tradisi. Sebagai contoh dalam permainan biola, siswa secara tidak sadar akan terbawa dalam suasana hati tertentu yang dipengaruhi oleh permainan musiknya. Contoh lain saat melihat pertunjukan tradisi, secara tidak sadar kita akan dibawa dalam gambaran tentang kehidupan, empati emosional, keindahan hidup, kesalahan, kesulitan, dan segala macam tentang kehidupan. Dari situlah perasaan kita dilatih dan dimainkan, sehingga kita lebih sensitif dalam melihat kehidupan.
Berdasarkan kedua contoh pada paragraf di atas dapat disimpulkan bahwa imajinasi dan perasaan simpatik (kognisi) manusia akan dapat dilatih untuk dapat merepresentasikan suatu pertunjukan seni dengan cara estetis, sosial, moral, dan intelektual yang merupakan kualitas dari seni. Dengan demikian, kesenangan dalam seni dipengaruhi oleh faktor konseptual, pengalaman, imajinasi, perasaan, dan intelektual.
Dalam pendidikan seni, dibutuhkan kepekaan indera seperti mata dan telinga serta gerakan-gerakan dengan kognisi dan imajinasi untuk melihat dan menilai suatu seni hingga ke makna yang paling dalam. Hal ini berfungsi untuk memahami kompleksitas yang ada dalam seni. Sebagai contoh dalam kesenian tradisi kita harus bisa menangkap konseptual ide di dalamnya, jika tidak maka makna dan nilai-nilai yang tersirat tidak akan dapat kita tangkap. Struktur seni, cerita, musik, konfigurasi, ide, dan bentuk akan mempengaruhi pengalaman imajinasi kita dalam menilai suatu pertunjukan.
Siswa seni tidak hanya diajarkan untuk berpikir, merasakan, membayangkan, dan memahami dengan cara terbatas, akan tetapi sampai pada penilaian terhadap karya seni tentang apa makna dan fungsinya. Hal ini didasarkan kepada pemahaman intelektual, moral, estetika, dan sosial, sehingga aspek kognisi bisa tercapai.

Kesimpulan :
Kesenangan terhadap keindahan seni tidak bisa disamakan. Faktor isi, kognisi, moralitas, persepsi, dan pemahaman (ketrampilan) terhadap seni antara individu berbeda. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pengalaman dan imajinasi yang didasarkan pada kemampuan seseorang (siswa) menangkap makna estetis dalam sebuah konsep seni. Oleh sebab itu, peran pendidikan seni dalam penanaman nilai estetika sangat penting dan harus dimulai dari hal yang mendasar, yakni tentang hakikat kesenangan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Konsep Estetis Kesenian Jaranan Senterewe Turangga Wijaya di Dusun Sorogenen, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta

A. Deskripsi Jaranan Senterewe Turangga Wijaya merupakan kesenian rakyat yang sampai saat ini masih eksis di wilayah Sleman, khususnya di kecamatan Kalasan. Kesenian ini mempunyai latar belakang sejarah yang menarik sehingga keberadaannya di wilayah itu tidak diragukan lagi. Kesenian jaranan ini menggambarkan sekelompok pahlawan berkuda yang gagah dan gesit dalam medan pertempuran. Mereka menunjukkan kepiawaian berkuda dengan berbagai motif gerakan tari. Properti yang digunakan masing-masing pemain adalah kuda-kudaan (jaranan) yang terbuat dari anyaman bambu dan juga pecut .  Setiap pertunjukan disajikan dengan menampilkan sedikitnya empat kelompok jaranan yang masing-masing terdiri dari enam penari. Jaranan ini ditarikan oleh para penari putera, meskipun beberapa tahun lalu juga sempat ada kelompok penari puteri. Selain penari ada juga peran dalam pertunjukan ini yang disebut bujang ganong, barongan, dan kucingan . Bujang ganong   mempunyai peran khusus yang tersirat, yakn

Program Pembinaan Dan Pengembangan Wilayah Seni (P3 Wilsen) di Nglipar, Gunung Kidul

Desa Katongan merupakan sebuah desa yang mempunyai potensi luar biasa dalam hal kesenian tradisi. Desa ini terdiri dari beberapa dusun, salah satunya adalah Dusun Nglebak. Dalam kegiatan Program Pembinaan dan Pengembangan Wilayah Seni (P3 Wilsen) yang diselenggarakan oleh ISI Yogyakarta, saya bersama ke enam mahasiswa ISI lainnya ditugaskan di dusun tersebut. Tugas kami adalah membina kesenian yang ada di Dusun Nglebak agar lebih menarik dan lebih diminati oleh masyarakat luas. Seperti yang dicita-citakan oleh Bapak Kepala Dukuh Nglebak untuk menjadikan Desa Katongan sebagai Desa Wisata.

Memilih Yoga Atau Senam Hamil??

Masa kehamilan adalah masa yang paling membanggakan bagi para ibu, terutama bagi ibu muda seperti saya. Kehamilan pertama ini membuat saya selalu ingin tahu dan belajar mengenai berbagai hal seputar kehamilan dan persalinan. Mulai dari googling, bertanya pada teman maupun kerabat, membaca buku, sampai banyak bertanya ketika konsultasi dengan dokter kandungan. Hal ini saya lakukan semata hanya untuk kebutuhan sendiri, karena saya merasa perlu mempelajari dunia baru yang memang belum pernah saya jalani sebelumnya.

Lagu Dolanan Anak: Tak Kenal Maka Tak Cinta

Waktu kecil, kita terutama saya pasti familiar dengan lagu-lagu singkat yang umumnya berisi tentang tema permainan atau sebuah kelakar. Oleh karena saya orang Jawa, maka lagu-lagu yang saya kenal waktu itu sebagian besar lagu berbahasa Jawa. Di Yogyakarta, umumnya lagu-lagu ini disebut dengan Lagu Dolanan Anak. Tidak hanya satu atau dua karena banyak sekali Lagu Dolanan Anak yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya, misalnya Jamuran , Gundhul-gundhul Pacul , Padhang Rembulan , Sluku-sluku Bathok , Menthok , dan masih banyak lagi. Lagu-lagu tersebut pada dasarnya tidak diajarkan secara formal, seperti di sekolah tetapi biasanya dikenalkan dari mulut ke mulut baik dari lingkungan teman-teman sekitar, ataupun oleh orang tua di rumah. Akan tetapi patut disayangkan, sebab saat ini hanya segelintir anak yang mengenali lagu-lagu tersebut. Siapakah yang berperan penting memperkenalkan lagu-lagu ini kepada anak-anak penerus budaya bangsa??